Dilihat dari ukuran yang menitikberatkan kepada skala prioritas yang
dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia saat ini maka "cyber law"
jelas tidak akan masuk dalam prioritas. Namun, apabila kita melihat
bahwa Internet sekarang sudah menjadi bagian penting dalam sektor -
sektor tertentu khususnya perdagangan misalnya, On-line banking atau scripless trading
yang sekarang sudah diberlakukan di Bursa Efek Jakarta, pemerintah dan
masyarakat tidak bisa hanya berpikir dengan ukuran skala prioritas.
Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat khususnya para profesional
dan perguruan tinggi harus berpikir preventif, directive, dan
futuristik. Disamping di sektor perdagangan, dalam level tertentu
Internet telah memainkan peranan penting dalam urusan politik khususnya
dalam penggalangan opini publik di kalangan menengah. Pihak luar negeri
misalnya Australia dengan sangat cerdik telah memanfaatkan Internet
sebagai media yang ampuh dalam penggalangan opini publik dalam kasus
Timor-Timur. Apabila Indonesia tidak menaruh perhatian atas fenomena
ini, maka dikemudian hari Indonesia akan mendapati kenyataan transaksi -
transaksi lewat Internet yang sekarang sudah berlangsung akan berjalan
tanpa suatu aturan yang jelas.
Jelasnya, urgensi "cyber law"
bagi Indonesia terletak pada keharusan Indonesia untuk mengarahkan
transaksi - transaksi lewat Internet saat ini agar sesuai dengan standar
etik dan hukum yang disepakati dan keharusan untuk meletakkan dasar
legal dan kultural bagi masyarakat Indonesia untuk masuk dan menjadi
pelaku dalam masyarakat informasi. Untuk menuju ke arah itu, maka dalam
bidang hukum pemerintah harus melakukan kebijakan sebagai berikut :
1. Menetapkan Prinsip-Prinsip Pembentukan dan Pengembangan "Cyber Law", antara lain sebagai
berikut :
- Melibatkan berbagai unsur yang terkait; pemerintah, swasta, profesional, dan perguruan tinggi;
- Memakai pendekatan yang moderat (jalan tengah) untuk mensintesiskan antara prinsip -
prinsip hukum tradisional dan norma - norma hukum baru yang akan dibentuk;
- Memperhatikan keunikan dari cyberspace/Internet;
- Mendorong adanya kerjasama internasional mengingat sifat Internet yang beroperasi secara
virtual dan lintas batas;
- Menempatkan sektor swasta sebagai leader dalam persoalan - persoalan yang menyangkut
industri dan perdagangan;
- Pemerintah harus mengambil peran dan tanggung jawab yang jelas untuk persoalan yang
menyangkut kepentingan publik;
- Aturan hukum yang akan dibentuk tidak bersifat restriktif, melainkan harus bersifat preventif,
direktif, dan futuristik.
2. Melakukan pengkajian terhadap perundang - undangan nasional yang memiliki kaitan baik
langsung maupun tidak langsung dengan munculnya persoalan - persoalan hukum akibat dari
transaksi di Internet. Beberapa contoh dapat diberikan dibawah ini misalnya :
- UU Hak Cipta
- UU Merk
- UU Perlindungan Konsumen
- UU Penyiaran & Telekomunikasi
- UU Perseroan Terbatas (PT)
>
- UU Penanaman Modal Asing
- UU Perpajakan
- Hukum Kontrak
- Hukum Pidana
...dan lain - lain
Diantaranya yaitu Aturan atau code of conduct dalam
pemanfaatan internet tersebut kemudian di dalam perkembangannya
diperkuat dengan adanya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Traksaksi Elektronik, yang disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 21
April 2008. Pasal 2 UU tersebut menyatakan, bahwa Undang-Undang ini
berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat
hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Khusus terhadap hal-hal
yang terkait dengan larangan untuk dilakukan dan berpeluang menimbulkan
rasa tidak suka oleh pihak lain disebutkan di antaranya pada Pasal 27
ayat (4) yang menyebutkan, bahwa setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman ; dan Pasal 28 ayat (2) yang menyebutkan, bahwa setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antar golongan (SARA).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar