Entri Populer

Selasa, 30 April 2013

Beberapa contoh kasus cyber law di Indonesia

        Kasus video porno Ariel Peterpan. video tersebut di unggah di internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus ini telah selesai dan aril telah dibebaskan.

         Analisa Kasus :Seharunya Ariel, Luna dan Cut Tari  tidak melakukan hala-hal yang tidak melanggar norma dan etika di agama,bangsa dan Negara. Kesalahan mereka pun bertambah karena apa yang mereka lakukan di dokumentasikan. Untuk seharusnya tidak mencampuri urusan pribadi dengan melakukan penyebaran video lewat internet, karena bukan hanya orang-orang dewasa yang dapat melihat tapi anak kecil pun bisa melihatnya.Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait dalam video tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP.
          Pada tahun 1994 seorang sekolah musik yang berusia 16 tahun. Yang bernama Richard Prycw atau lebih dikenal dengan hacker alias Datastream Cowboy  ditahan lantaran masuk secara ilegal kedalam ratusan sistem komputer rahasia termasuk pusat data dari graffits Air Force, nasa dan korean atomic research institute atau badan penelitian atom korea. Dalam intgrosasinya dengan FBI, ia mengaku belajar hacking dan cracking dari seseorang yang dikenalnya lewat internet dan menjadikan seorang mentor yang memiliki julukan “kuji”. Hebatnya , hingga saat ini sang mentor pun tidak pernah diketahui keadaanya. Hingga akhirnya pada febuari 1995 giliran kevin mitnick diganjar hukum penjara untuk yang kedua kalinya. Dia di tuntut dengan tuduhan telah mencuri sekitar 20.000 nomor kartu kredit. Bahkan ketika ia bebas ia menceritakan kondisinya ketika di penjara yang tidak boleh menyentuh komputer atau telepon.

        Analisa kasus : Menurut Kami seharusnya Richard Prycw belajar sesuai dengan umurnya, tidak untuk sebagai hacking atau cracking yang menjadi penjahat dunia maya, dia masih bisa mencari atau belajar yang bermanfaat lainnya. Sebaiknya para pengguna internet atau yang memiliki kemampuan tentang IT dapat menggunakan kemampuannya untuk hal yang berguna.Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”.

          Perjudian online, pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih.

       Analisa kasus: menurut kami seharusnya perjudian online harus ditindak lanjuti agar tidak menyebar seluas mungkin dan admin web tidak memberikan izin pada web yang menyediakan situs untuk perjudian. Sedangkan para pengguna seharusnya tidak mengikuti perjudian online tersebut karena dapat merugikan.Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan. Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun. Adapun isi pasal 303 tentang perjudian yaitu: Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagai berikut : “Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya”. Ancaman pidana perjudian sebenarnya sudah cukup berat, yaitu dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,00 (Dua Puluh Lima Juta Rupiah).


cyber law di beberapa negara


Cyberlaw di Amerika
Di Amerika sendiri, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL). Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 : mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 : memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 : mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 : membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 : menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 : memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 : menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 : mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 : mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 : mengatur mengenai dokumen yang dipindah tangankan
Cyberlaw Jepang
– Act for the protection of computer processed personal data held by administrative organs
– Certification authority guidelines
– Code of ethics of the information processing society
– General ethical guidelines for running online services
– Guidelines concerning the protection of computer processed personal data in the private sector
– Guidelines for protecting personal data in electronic network management
– Recommended etiquette for online service users
– Guidelines for transactions between virtual
Cyberlaw di  HongKong
– Electronic Transaction Ordinance
– Anti-Spam Code of Practices
– Code of Practices on the Identity Card Number and Other Personal Identifiers
– Computer information systems internet secrecy administrative regulations
– Personal data (privacy) ordinance
– Control of obscene and indecent article ordinance
Cyberlaw di Indonesia
Secara umum Cyberlaw di Indonesia sudah diatur dalam UU ITE, namun setiap negara negara memiliki cyberlaw masing-masing yang bisa dijadikan sebagai pembentuk kepercayaan internasional untuk melakukan transaksi online melalui internet. Potensi pasar yang besar dan masih sangat menjanjikan, ditambah lagi dengan jumlah pengguna internet yang cukup banyak sehingga transaksi online sudah mulai menjadi bagian dalam kehidupan di masyarakat.
Oleh karena itu, cyberlaw menjadi suatu urgensi untuk segera ditetapkan oleh pemerintah sehingga kegiatan di internet tersebut ada payung hukumnya, saat ini pun secara tidak langsung sudah ada desakan dari internasional agar setiap negara segera memiliki cyberlaw-nya sendiri.
Sementara itu Edmon Makarim dari Lembaga Kajian Hukum Teknologi (LKHT) Universitas Indonesia pada kesempatan yang sama mengatakan, ada beberapa ketentuan tentang internet yang dianut oleh negara-negara di dunia. Diantaranya yaitu memposisikan internet sebagai suatu medium dan dipasarkan secara komersial.

RUU cyberlaw

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ..…..…TAHUN ….……
TENTANG

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :   a.  bahwa perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
b.      bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan pemanfaatan teknologi informasi di tingkat nasional sebagai jawaban atas perkembangan yang terjadi baik di tingkat regional maupun internasional;
c.      bahwa kegiatan pemanfaatan teknologi informasi perlu terus dikembangkan tanpa mengesampingkan persatuan dan kesatuan nasional dan penegakan hukum secara adil, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi dapat dihindari melalui penerapan keseragaman asas dan peraturan perundang-undangan;
d.      bahwa pemanfaatan teknologi informasi mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka menghadapi globalisasi sehingga perlu dilakukan langkah-langkah konkret untuk mengarahkan pemanfaatan teknologi informasi agar benar-benar mendukung pertumbuhan perekonomian nasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat;
e.      bahwa pemerintah perlu memberikan dukungan terhadap pengembangan teknologi informasi beserta infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga kegiatan pemanfaatan teknologi informasi dapat dilakukan secara aman dengan menekan akibat-akibat negatifnya serendah mungkin;
f.       bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e dipandang perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi.

Mengingat :     Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) Perubahan kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1.      Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi.
2.      Akses adalah perbuatan memasuki, memberikan instruksi atau melakukan komunikasi dengan fungsi logika, aritmatika, atau memori dari komputer,  sistem komputer, atau jaringan komputer.
3.      Pengirim adalah seseorang yang mengirim, meneruskan, menyimpan, atau menyalurkan setiap pesan elektronik atau menjadikan setiap pesan elektronik dapat dikirim, disimpan, atau disalurkan kepada orang lain.
4.      Penerima adalah seseorang yang menerima atau dimaksudkan untuk menerima data elektronik  dari pengirim.
5.      Badan usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
6.      Tanda tangan digital  atau  tanda tangan elektronik  adalah tanda jati diri yang berfungsi sebagai pengesahan oleh pengguna melalui metode elektronik atau prosedur yang telah ditentukan.
7.      Lembaga peran serta masyarakat teknologi informasi adalah lembaga peran serta masyarakat yang dibentuk untuk sarana penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai pemanfaatan teknologi informasi dan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat dan kepentingan nasional.
8.      Sertifikat tanda tangan digital adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi tanda tangan digital berdasarkan ketentuan yang berlaku.
9.      Lembaga Sertifikasi Tanda Tangan Digital adalah lembaga yang diberi kewenangan untuk mengeluarkan sertifikat tanda tangan digital.
10. Sertifikat Keandalan adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan dan Lembaga Sertifikasi Perbankan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga yang diberi kewenangan untuk melakukan audit dan mengeluarkan Sertifikat Keandalan atas pelaku usaha berkaitan dengan kegiatan perdagangan eceran yang dilakukan melalui internet.
12. Lembaga Sertifikasi Perbankan adalah lembaga yang diberi kewenangan untuk melakukan audit dan mengeluarkan Sertifikat Keandalan atas Bank yang melakukan usaha di bidang pemanfaatam internet dalam kegiatan perbankan.
13. Komputer adalah setiap alat pemroses data elektronik, magnetik, optikal, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.  
14. Perdagangan secara elektronik adalah setiap perdagangan baik barang maupun jasa yang dilakukan melalui jaringan komputer atau media elektronik lainnya.
15. Transaksi elektronik adalah setiap transaksi yang dilakukan melalui jaringan komputer atau media elektronik lainnya.
16. Dokumen elektronik adalah setiap informasi yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam media magnetik, optikal, memori komputer atau media elektronik lainnya.
17. Kontrak elektronik adalah perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.
18. Sandi akses  adalah  angka, simbol lainnya atau kombinasi diantaranya yang merupakan kunci untuk dapat mengakses komputer, sistem komputer, jaringan komputer, internet, atau media elektronik lainnya.
19. Nama domain adalah alamat internet dari seseorang, perkumpulan, organisasi, atau badan usaha, yang dapat dilakukan untuk berkomunikasi melalui internet.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Kegiatan teknologi informasi harus diselenggarakan berdasarkan asas kemanfaatan dan kemitraan dengan mengutamakan kepentingan nasional, persatuan dan kesatuan, menghormati ketertiban umum, kesusilaan, serta menjunjung tinggi etika.

Pasal 3


Pengaturan pemanfaatan teknologi informasi harus dilaksanakan dengan tujuan untuk :

a.      mendukung persatuan dan kesatuan bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b.      mendukung perkembangan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional;
c.      mendukung efektivitas komunikasi dengan memanfaatkan secara optimal teknologi informasi untuk tercapainya keadilan dan kepastian hukum;
d.      memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuannya di bidang teknologi informasi secara bertanggung jawab dalam rangka menghadapi perkembangan teknologi informasi dunia;


BAB III
PERAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT

Pasal 4

(1)   Pemerintah mendukung pemanfaatan teknologi informasi dengan melibatkan seluas-luasnya peran serta masyarakat.
(2)   Dukungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan teknologi informasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, dan pengawasan serta dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat serta perkembangan global.
(3)   Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai pemanfaatan teknologi informasi dan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat dan kepentingan nasional.


Pasal 5

(1)  Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat diselenggarakan oleh lembaga peran serta masyarakat teknologi informasi yang dibentuk untuk maksud tersebut.
(2)  Lembaga peran serta masyarakat yang dibentuk memiliki pula fungsi koordinasi, konsultasi dan mediasi.
(3)  Lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) keanggotaannya terdiri atas perorangan atau badan usaha yang bergerak di bidang teknologi informasi.
(4)  Ketentuan mengenai pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Presiden.


BAB IV
PERDAGANGAN SECARA ELEKTRONIK

Pasal 6

(1)  Perdagangan yang dilakukan secara elektronik memiliki akibat hukum yang sama dengan perdagangan pada umumnya.
(2)  Anggota masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi yang benar berkaitan dengan syarat-syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan melalui media elektronik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)  Pelaku usaha berkewajiban untuk menjalankan aktivitas usahanya dalam perdagangan secara elektronik dengan jujur dan beritikad baik.

Pasal 7

(1)   Dalam rangka perlindungan konsumen dapat dilakukan Sertifikasi Keandalan terhadap pelaku usaha yang melakukan perdagangan secara elektronik.
(2)   Pemerintah atau masyarakat dapat membentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang fungsinya memberikan sertifikasi terhadap pelaku usaha yang melakukan perdagangan eceran secara elektronik.
(3)   Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 8

(1)  Dokumen elektronik  memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti dan akibat hukum yang sama sebagaimana dokumen tertulis lainnya.
(2)  Tanda tangan digital atau tanda tangan elektronik dalam sebuah dokumen elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan pada dokumen tertulis  lainnya.
(3)  Ketentuan mengenai dokumen elektronik dan tanda tangan digital sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku untuk :
a.      pembuatan dan pelaksanaan surat wasiat;
b.      surat-surat berharga selain saham yang diperdagangkan di bursa efek;
c.      perjanjian yang berkaitan dengan transaksi barang tidak bergerak;
d.      dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hak kepemilikan; dan
e.      dokumen-dokumen lain yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku mengharuskan adanya pengesahan notaris atau pejabat yang berwenang.
(4)  Ketentuan mengenai tanda tangan digital atau tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 9

(1)    Para pihak dalam transaksi perdagangan secara elektronik dapat memberikan pengesahan atas suatu dokumen elektronik dengan menyertakan tanda tangan digitalnya yang disahkan oleh Lembaga Sertifikasi Tanda Tangan Digital.
(2)    Dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem kripto atau sistem pengaman lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.
(3)    Fungsi, tugas, dan wewenang Lembaga Sertifikasi Tanda Tangan Digital meliputi penerbitan, pengawasan, dan pengamanan sertifikat tanda tangan digital.
(4)    Dalam melaksanakan fungsi-fungsi sebagaimana diatur dalam ayat (3), Lembaga Sertifikasi Tanda Tangan Digital dapat menggunakan jasa Lembaga Pendaftaran Sertifikat Digital.
(5)    Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Tanda Tangan Digital dan Lembaga Pendaftaran Sertifikat Digital sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 10

(1)   Transaksi elektronik yang dituangkan dengan kontrak elektronik mengikat dan memiliki kekuatan hukum sebagai suatu perikatan.
(2)   Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya.
(3)   Apabila para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional penetapan hukum yang berlakunya didasarkan pada asas-asas Hukum Perdata Internasional.
(4)   Dalam transaksi elektronik para pihak berwenang menetapkan forum pengadilan atau arbitrase yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut
(5)   Apabila para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) penetapan kewenangan pengadilan atau arbitrase didasarkan pada asas-asas Hukum Perdata Internasional

Pasal 11

(1)   Kecuali ditentukan lain, transaksi secara elektronik terjadi pada saat pesan yang dikirim oleh pengirim diterima oleh penerima dalam suatu sistem informasi tertentu yang ditentukan oleh penerima.
(2)   Kecuali ditentukan lain, tempat sah diterimanya pesan sebagaimana diatur dalam ayat (1) adalah tempat penerima menerima pesan dimaksud.

Pasal 12

Kebiasaan dan praktek perdagangan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku diakui oleh undang-undang ini.



BAB V
PEMANFAATAN INTERNET
DALAM KEGIATAN PERBANKAN

Pasal 13

(1)  Jasa perbankan dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi internet.
(2)  Transaksi perbankan melalui internet memiliki kekuatan hukum yang sama dengan transaksi perbankan pada umumnya.
(3)  Untuk memberikan perlindungan dan keamanan terhadap nasabah dibentuk Lembaga Sertifikasi Perbankan yang berwenang melakukan audit dan atau memberikan sertifikasi terhadap bank yang memberikan pelayanan jasa melalui internet.
(4)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur Bank Indonesia.


BAB VI
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
DALAM KEGIATAN PEMERINTAHAN

Pasal 14

(1)  Kegiatan pemerintah di tingkat pusat dan daerah dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan  teknologi informasi.
(2)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
DALAM KEGIATAN PELAYANAN KESEHATAN

Pasal 15

(1)  Penyelenggaraan jasa pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi informasi.
(2)  Untuk memberikan perlindungan dan keamanan terhadap masyarakat dibentuk Lembaga Sertifikasi Pelayanan Kesehatan di bawah koordinasi departemen terkait yang berwenang  mengawasi dan memberikan sertifikasi terhadap pusat-pusat pelayanan kesehatan yang  memberikan pelayanan jasa kesehatan melalui internet.
(3)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan undang-undang yang mengatur di bidang kesehatan.
(4)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VII
NAMA DOMAIN

Pasal 16

(1)  Setiap orang atau badan usaha berhak memiliki nama domain.
(2)  Nama domain tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)  Pada saat pendaftaran, pemakai nama domain wajib membuat pernyataan bahwa nama domain yang dipakainya tidak bertentangan atau melanggar hak-hak orang lain atau badan usaha milik orang lain.
(4)  Setiap orang yang dirugikan karena penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain berhak mengajukan gugatan ganti rugi secara perdata.



Pasal 17

Nama domain terdaftar tidak boleh bertentangan dengan merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, indikasi geografis atau indikasi asal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 18

(1)   Lembaga pengelola pendaftaran nama domain berwenang mendaftar dan mengelola nama domain.
(2)   Lembaga pengelola pendaftaran nama domain dapat dibentuk baik oleh masyarakat maupun Pemerintah.
(3)   Lembaga pengelola pendaftaran nama domain berbentuk badan hukum.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan nama domain diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB IX
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
DAN HAK ATAS INFORMASI RAHASIA
DALAM KEGIATAN TEKNOLOGI INFORMASI


Pasal 19

Kompilasi data dari sumber lain baik dalam bentuk elektronik atau bentuk lainnya yang pengaturan dan penyusunannya menjadikannya sebagai karya intelektual dilindungi sebagai Hak Kekayaan  Intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 20

Tampilan halaman muka, situs-situs intrnet, dan karya-karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi berdasarkan Hak Cipta dan Hak Kekayaan Intelektual lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 21

(1)  Pemilik sandi akses berhak atas kerahasiaan sandi akses yang dimilikinya.
(2)  Informasi-informasi yang berkaitan dengan rahasia dagang yang tersedia  dalam jaringan teknologi informasi dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB X
PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK PRIBADI

Pasal 22

(1)   Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi yang benar melalui media elektronik.
(2)   Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data tentang hak-hak pribadi seseorang harus dilakukan atas sepengetahuan dan persetujuan pemilik data tersebut.
(3)   Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah penggunaan informasi melalui media elektronik yang bersifat umum dan tidak bersifat rahasia.


Pasal 23

Pengumpulan data pribadi anak-anak melalui media elektronik harus dilakukan atas persetujuan orang tua atau wali yang bersangkutan.


Pasal 24

Kecuali terbukti adanya keterlibatan baik secara langsung maupun tidak langsng, penyedia jasa internet tidak bertanggung jawab baik secara perdata maupun pidana terhadap isi data yang dikirimkan oleh pengirim kepada penerima.
BAB XI
PERPAJAKAN

Pasal 25

Dalam kegiatan perdagangan secara elektronik berlaku peraturan perundang-undangan perpajakan.


BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA

Bagian Pertama
Gugatan Perwakilan

Pasal 26

(1)   Masyarakat dapat melakukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang melakukan penyalahgunaan di bidang teknologi informasi yang akibatnya dapat merugikan masyarakat.
(2)   Jika diketahui bahwa masyarakat menderita akibat pemanfaatan teknologi informasi sedemikan rupa yang mempengaruhi prikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pemanfaatan teknologi informasi dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
(3)   Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi kecuali baiaya pengeluaran nyata
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai gugatan perwakilan di bidang teknologi informasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.


Bagian Kedua
Gugatan atas Pelanggaran yang Terkait dengan Pemanfaatan
Teknologi Informasi

Pasal 27

(1)    Setiap orang atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak memanfaatkan teknologi informasi yang mengakibatkan kerugian bagi yang bersangkutan.
(2)    Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.


Pasal 28

Hakim atas permohonan penggugat dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan teknologi informasi yang mengakibatkan kerugian pada pihak lainnya selama dalam proses pemeriksaan untuk mencegah kerugian yang lebih besar.

Bagian Ketiga
Tata Cara Gugatan  atas Pelanggaran Pemanfaatan Teknologi Informasi

Pasal 29

(1)   Gugatan terhadap adanya pemanfaatan teknologi informasi secara tanpa hak diajukan kepada Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal tergugat.
(2)     Dalam hal tempat tinggal tergugat tidak diketahui maka berlaku pengecualian terhadap pengajuan gugatan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata.
(3)     Dalam hal pihak tergugat bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia maka pemanggilannya dilakukan dengan perantaraan perwakilan negara Republik Indonesia di negara tempat tinggal tergugat.
(4)     Dalam hal pihak tergugat bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
(5)     Panitera mendaftarkan gugatan tersebut pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani Panitera dengan tanggal yang sama seperti tanggal pendaftaran gugatan.
(6)     Panitera menyampaikan gugatan tersebut kepada Ketua Pengadilan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
(7)     Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang terhitung paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal gugatan tersebut didaftarkan.
(8)     Sidang pemeriksaan atas gugatan tersebut diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
(9)     Juru Sita memanggil para pihak paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan didaftarkan.
(10)   Putusan atas gugatan tersebut harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari  dengan persetujuan Mahkamah Agung.
(11)   Setiap putusan atas gugatan harus memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasaari putusan tersebut dan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum serta dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum.
(12)         Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (11) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan tersebut diucapkan.


Bagian Keempat
Upaya Hukum terhadap Putusan

Pasal 30

(1)   Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung.
(2)   Terhadap putusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap dapat diajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
(3)   Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan apabila :
a.      Terdapat bukti baru yang penting yang apabila diketahui pada tahap persidangan sebelumnya akan menghasilkan putusan yang berbeda; atau
b.      Pengadilan Niaga yang bersangkutan telah melakukan kesalahan berat dalam penerapan hukum.


Pasal 31

(1)   Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a dilakukan dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali berkekuatan hukum tetap.
(2)   Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali berkekuatan hukum tetap.
(3)   Permohonan peninjauan kembali disampaikan kepada panitera Pengadilan Niaga.
(4)   Panitera Pengadilan Niaga mendaftarkan permohonan peninjauan kembali pada tanggal permohonan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama seperti tanggal permohonan didaftarkan.
(5)   Panitera menyampaikan permohonan peninjauan kembali kepada Panitera Mahkamah Agung dalam jangka waktu 1 (satu) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.


Bagian Kelima
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Pasal 32

(1)    Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini para pihak dapat menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi melalui arbitrase atau penyelesaian sengketa alternatif.
(2)    Sengketa perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui penyelesaian sengketa alternatif berdasarkan itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan.
(3)    Penyelesaian sengketa melalui penyelesaian sengketa alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari.
(4)    Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis yang ditandatangani para pihak.
(5)    Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak terlaksana para pihak dapat menunjuk seorang atau lebih penasehat ahli.
(6)    Apabila dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari penasehat ahli tidak dapat menyelesaikan sengketa atau tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak maka para pihak dapat menunjuk seorang mediator.
(7)    Mediator harus telah melaksanakan tugasnya dan memulai upaya mediasi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penunjukkan mediator.
(8)    Usaha penyelesaian sengketa melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dan ayat (7) dilaksanakan dengan memegang teguh kerahasiaan dan harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani para pihak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)  hari.
(9)    Kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) bersifat final dan mengikat dan harus dilaksanakan dengan itikad baik serta didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan dan kesepakatan tersebut wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
(10)          Apabila usaha penyelesaian sengketa alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai ayat (9) tidak tercapai para pihak berdasarkan kesepakatan tertulis dapat mengajukan sengketanya melalui arbitrase.


BAB XIII
YURISDIKSI

Pasal 33

Undang-undang ini berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan untuk setiap orang di luar Indonesia yang melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang akibatnya dirasakan di Indonesia.

Pasal 34

Pengadilan di Indonesia berwenang mengadili setiap tindak pidana di bidang teknologi informasi yang dilakukan oleh setiap orang, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia yang akibatnya dirasakan di Indonesia.
BAB XIV
PENYIDIKAN

Pasal 35

(1)  Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang teknologi informasi diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang teknologi informasi.
(2)  Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a.      melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
b.      melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan usaha yang diduga melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
c.      melakukan pemeriksaan alat dan atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan teknologi informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
d.      menghentikan penggunaan alat dan atau sarana kegiatan teknologi informasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
e.      meminta keterangan dan barang bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
f.       memanggil orang untuk didengar dan atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
g.      melakukan pemeriksaan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
h.      menyegel dan atau menyita alat dan atau sarana yang digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
i.        meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana di bidang teknologi informasi;
j.        mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang teknologi informasi.
(3)  Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4)  Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.


BAB XV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 36

(1)   Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain menggunakan nama domain yang bertentangan dengan Hak Kekayaan Intelektual milik orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.00.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.

Pasal 37

Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum mengakses data melalui komputer atau media elektronik lainnya dengan atau tanpa merusak sistem pengaman dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 38

(1)  Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain menahan atau mengintersepsi pengiriman data melalui komputer atau media elektronik lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)  Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum mengintersepsi pengiriman data melalui komputer atau media elektronik lainnya sehingga menghambat komunikasi dalam sistem komputer atau jaringan komputer atau sistem komunikasi lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(3)  Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditujukan kepada system komputer atau jaringan komputer atau system komunikasi lainnya milik pemerintah atau yang digunakan untuk kepentingan nasional pidananya ditambah 1/3.

Pasal 39

(1)  Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum memasukkan, mengubah, menambah, menghapus atau merusak data komputer, program komputer atau data elektronik lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)  Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan, memasukkan, mengubah, menambah, menghapus atau merusak data elektronik yang mengakibatkan timbulnya kerugian ekonomis bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(3)  Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum memasukkan, mengubah, menambah, menghapus atau merusak data komputer, program komputer atau data elektronik lainnya yang mengakibatkan terganggunya fungsi sistem komputer atau sistem media elektronik lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).


Pasal 40

(1)  Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain mengambil atau mengakses data kartu kredit atau alat pembayaran elektronik lainnya atau menyimpan data tersebut di luar kewenangannya dalam media komputer atau media elektronik lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)  Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain menggunakan kartu kredit atau alat pembayaran elektronik lainnya milik orang lain dalam transaksi elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).


Pasal 41

(1)  Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum membuat, menyediakan, mengirimkan, atau mendistribusikan data atau tulisan atau gambar atau rekaman yang isinya melanggar kesusilaan dengan menggunakan komputer atau media elektronik lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2)  Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang objeknya adalah anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
(3)  Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan komputer atau media elektronik lainnya untuk melakukan tindak pidana kesusilaan terhadap anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).


BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 42
Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan dan kelembagaan-kelembagaan yang ada yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi informasi yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku dan diakui.


BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





Disahkan di Jakarta
Pada tanggal :…………………………
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
……………………….…………………


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ……………………………………….
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
……………………………………………………….


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN….. NOMOR .……

PENJELASAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR…. TAHUN ….
TENTANG
PEMANFAATAAN TEKNOLOGI INFORMASI

I.          UMUM
Hadirnya masyarakat informasi yang diyakini merupakan salah satu agenda penting masyarakat dunia di milenium ketiga, antara lain ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi yang semakin meluas dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia, bukan saja di negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Fenomena ini pada gilirannya telah menempatkan informasi sebagai komoditas ekonomi yang sangat penting dan menguntungkan. Untuk merespon perkembangan ini di beberapa negara sebagai pioner dalam pemanfaatan internet telah mengubah paradigma ekonominya dari ekonomi yang berbasis manufaktur menjadi ekonomi yang berbasis jasa.
Munculnya sejumlah kasus yang cukup fenomenal di dunia internet  telah mendorong dan mengukuhkan internet sebagai salah satu institusi dalam arus utama (mainstream) budaya dunia saat ini
Eksistensi internet sebagai salah satu institusi dalam arus utama budaya dunia lebih ditegaskan lagi dengan maraknya perniagaan elektronik (e-commerce) yang diprediksikan sebagai “bisnis besar masa depan” (the next big thing).
E-commerce ini bukan saja telah menjadi mainstream budaya negara-negara maju tetapi juga telah menjadi model transaksi termasuk Indonesia.
Teknologi informasi telah  mempermudah duplikasi materi yang dapat dikemas dalam bentuk digital (digitalized products). Contoh materi yang dapat dikemas dalam bentuk digital adalah produk musik, film (video), karya tulis (buku), dan perangkat lunak (software). Teknologi informasi dapat digunakan untuk menggandakan atau membuat copy dari materi tersebut dengan kualitas yang sama dengan aslinya tanpa merusak atau mengurangi sumber aslinya.
Pembajakan kaset, CD (baik format aslinya ataupun dalam format MP3 dimana dalam satu CD dapat diisi dengan ratusan lagu), VCD, buku, dan software marak dilakukan diseluruh dunia, meskipun yang menjadi sorotan adalah Asia (termasuk Indonesia di dalamnya). Teknologi untuk memproteksi seperti watermarking, dongle, enkripsi, dan sebagainya telah dicoba untuk dikembangkan. Akan tetapi tampaknya pihak yang melakukan proteksi kalah langkah dengan para pembobol (code breakers).
Nama domain  yang digunakan sebagai alamat dan identitas di internet juga memiliki permasalahan tersendiri. Penamaan domain memiliki kaitan erat dengan nama perusahaan, produk atau jasa (service) yang dimilikinya. Seringkali produk atau jasa ini didaftarkan sebagai merek dagang atau merek jasa. Dalam hal ini muncul persoalan, apakah nama domain itu tunduk pada rezim hukum merek atau tidak?
Masalah nama domain ini cukup pelik dikarenakan di dunia ini ada beberapa pengelola nama domain independen. Ada lebih dari dua ratus pengelola domain yang berbasis territory (yang sering disebut sebagai countri code Top Level Domain atau ccTLD). Sebagai contoh pengelola domain untuk Indonesia (.id)
Hal lain yang perlu mendapat perhatian  adalah  persoalan perizinan. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena pada tahap tertentu dapat mengarah kepada munculnya praktek monopoli apabila tidak dilakukan secara benar serta memperhatikan kecepatan perkembangan teknologi informasi.
Di Indonesia masalah privacy belum menjadi masalah yang besar. Di luar negeri khususnya di negara-negara maju, privacy telah memperoleh perhatian yang cukup serius. Seringkali kita mengisi suatu formulir yang mensyaratkan pencantuman data pribadi (nama, alamat, tempat/tanggal lahir, agama, dan sebagainya) tanpa informasi yang jelas mengenai penggunaan data ini. Mengingat e-commerce beroperasi secara lintas batas, maka privacy policy dapat menjadi salah satu kendala perdagangan antar negara. Jika pelaku bisnis di Indonesia tidak menerapkan privacy policy, maka mitra bisnis di luar negeri tidak akan bersedia melakukan melakukan transaksi binis tersebut. Mereka berkewajiban menjaga privacy dari konsumen atau mitra mereka. Masalah lain yang berkaitan, akan tetapi mungkin memiliki sudut pandang yang berbeda adalah masalah kerahasiaan atau rahasia dagang.
Internet merupakan salah satu produk gabungan teknologi komputer dan telekomunikasi yang sukses. Internet yang pada awalnya ditujukan untuk kepentingan militer saat ini telah digunakan sebagai media untuk melakukan bisnis dan kegiatan sehari-hari. Yang sering menjadi pertanyaan adalah tingkat kemanan dari teknologi internet. Keamanan di internet sebetulnya sudah pada tahap yang dapat diterima, hanya hal ini perlu mendapat pengesahan dari pemerintah atau otoritas lainnya sehingga pelaku bisnis mendapatkan kepastian hukum.
Identitas seseorang dapat diberikan dengan menggunakan digital signature (tanda tangan digital) yang dikelola oleh Certification Authority (CA). Permasalahannya adalah tanda tangan digital ini harus dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah setelah melalui prosedur dan mekanisme keamanan yang tinggi.
Kejahatan yang ditimbulkan oleh teknologi komputer dan telekomunikasi perlu diantisipasi. Istilah hacker, cracker, dan cybercrime telah sering terdengar dan  menjadi bagian dari khazanah hukum pidana. Kejahatan yang melibatkan orang Indonesia sudah terjadi.. Ada juga kejahatan yang dilakukan oleh pengguna di Indonesia dengan tidak mengirimkan barang atau uang yang sudah disepakati dalam transaksi e-commerce. Tindak kejahatan semacam ini  pada umumnya dapat ditelusuri (trace) dengan bantuan catatan (logfile) yang ada di server ISP yang digunakan oleh cracker. Akan tetapi seringkali ISP tidak melakukan pencatatan (logging) atau hanya menyimpan log dalam kurun waktu yang singkat. Logfile ini  dapat menjadi bukti adanya akses cracker tersebut.  Penyidikan kejahatan cyber ini membutuhkan keahlian khusus. Pihak penegak hukum harus lebih cepat tanggap dalam menguasai teknologi baru ini.
Eksistensi teknologi informasi disamping menjanjikan sejumlah harapan, pada saat yang sama juga melahirkan kecemasan-kecemasan baru antara lain munculnya kejahatan baru yang lebih canggih dalam bentuk cyber crime. Disamping itu, mengingat teknologi informasi yang tidak mengenal batas-batas teritorial dan sepenuhnya beroperasi secara maya (virtual), teknologi informasi juga melahirkan aktivitas-aktivitas baru yang harus diatur oleh hukum yang berlaku saat ini. Kenyataan ini telah menyadarkan masyarakat akan perlunya regulasi yang mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang melibatkan teknologi informasi.


II.      PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
        Cukup jelas.

Pasal 2
         Cukup jelas.

Pasal 3
        Cukup jelas.

Pasal 4
         Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Fungsi penetapan kebijakan, antara lain, perumusan mengenai perencanaan dasar strategis dan perencanaan dasar teknis teknologi informasi nasional.
Fungsi pengaturan mencakup kegiatan yang bersifat umum dan/atau teknis operasional yang antara lain, tercermin dalam pengaturan perizinan dan persyaratan dalam penyelenggaraan teknologi informasi.
Fungsi pengawasan adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan teknologi informasi, termasuk pengawasan terhadap penguasaan, pengusahaan, pemasukan, perakitan, dan alat, perangkat, sarana dan prasarana teknologi informasi.
Fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian dilaksanakan oleh Menteri. Sesuai dengan perkembangan keadaan, fungsi pengaturan, dan pengawasan penyelenggaraan teknologi informasi dapat dilimpahkan kepada suatu badan regulasi.
Dalam rangka efektivitas pembinaan, pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait, penyelenggara teknologi informasi, dan mengikutsertakan peran masyarakat.
         Ayat (3)
                     Cukup jelas.

Pasal 5
    Ayat (1)
Lembaga peran serta masyarakat dimaksud antara lain termasuk asosiasi yang bergerak di bidang teknologi informasi, asosiasi profesi teknologi informasi, asosiasi produsen peralatan teknologi informasi, asosiasi pengguna jaringan dan jasa teknologi informasi, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok akademisi di bidang teknologi informasi.
         Ayat (2)
                     Cukup jelas.
         Ayat (3)
                     Cukup jelas.
         Ayat (4)
                     Cukup jelas.
                            
Pasal 6
         Ayat (1)
Cukup jelas.
         Ayat (2)
Cukup jelas.
         Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 7
         Ayat (1)
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan perdagangan secara elektronik layak melakukan usahanya setelah melalui penilaian dan audit dari suatu badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada home page pelaku usaha tersebut.  
         Ayat (2)
Lembaga Sertifikasi Keandalan dapat dibentuk baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang memiliki komitmen terhadap perlindungan konsumen.
         Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 8
         Ayat (1)
Undang-undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa dokumen elektronik memiliki kedudukan yang sama dan sejajar  dengan dokumen tertulis pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
         Ayat (2)
Undang-undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa tanda tangan digital meskipun hanya merupakan suatu kode akan tetapi memiliki kedudukan yang sama dan sejajar dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
         Ayat (3)
Ketentuan ini merupakan pengecualian terhadap kedudukan dokumen elektronik dan tanda tangan digital. Dalam pembuatan dan pelaksanaan surat-surat wasiat, surat-surat berharga, perjanjian yang obyeknya barang tidak bergerak, dokumen hak kepemilikan seperti sertifikat hak milik,   dokumen elektronik dan tanda tangan digital tidak memiliki kedudukan yang sama  dengan dokumen tertulis lainnya  dan tanda tangan manual pada umumnya.
                 Ayat (4)
                     Cukup jelas.

Pasal 9
         Ayat (1)
                     Cukup jelas.
Ayat (2)
Sistem kripto adalah sistem pengaman untuk dokumen elektronik yang terdiri dari sistem kripto simetrik dan sistem kripto asimetrik.
Sistem kripto simetrik adalah sistem perangkat kunci pengaman yang menggunakan 1 (satu) kunci untuk mengacak data (enkripsi) dan untuk membukanya (dekripsi).
Sistem kripto asimetrik adalah sistem perangkat kunci pengaman  (secure key pair) yang terdiri dari kunci privat (private key)  untuk membuat tanda tangan digital dan kunci publik (public key)  untuk memverifikasi tanda tangan digital.
       Ayat (3)
                    Cukup jelas.
         Ayat (4)
Lembaga Pendaftaran Sertifikat Digital (Registration Authority) adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk melakukan pendaftaran dan verifikasi terhadap pihak-pihak yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh Sertifikat Tanda Tangan Digital dari Lembaga Sertifikasi Tanda Tangan Digital.
         Ayat (5)
                     Cukup jelas.

Pasal 10
         Ayat (1)
                     Cukup jelas.
         Ayat (2)
Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut. 
        

Ayat (3)
Dalam hal tidak ada pilihan hukum, maka penetapan hukum yang berlaku dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip atau asas-asas Hukum Perdata Internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.
         Ayat (4)
Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum itu dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau forum penyelesaian sengketa alternatif.  
         Ayat (5)
Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum maka akan berlaku kewenangan forum berdasarkan prinsip-prinsip atau asas-asas Hukum Perdata Internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas the basis of presence (tempat tinggal tergugat) dan principle of effectiveness (efektivitas yang menekankan pada tempat dimana harta-harta tergugat berada)
        
Pasal 11
Ayat (1)
                     Cukup jelas.
         Ayat (2)
                     Cukup jelas.
   
Pasal 12
Yang dimaksud dengan kebiasaan perdagangan adalah praktik-praktik yang berlaku dan dikenal dikalangan para pelaku usaha, misalnya : INCOTERM.
       
        Pasal 13
Ayat (1)
                     Cukup jelas.
         Ayat (2)
Dokumen-dokumen dan bentuk-bentuk transaksi elektronik diakui sebagai alat bukti yang sah sebagaimana transaksi di perbankan biasa.
                 Ayat (3)
Lembaga Sertifikasi Perbankan merupakan badan yang dapat dibentuk oleh pemerintah maupun masyarakat yang fungsinya memberikan verifikasi bahwa internet banking tersebut layak beroperasi dan nasabah aman dalam melakukan transaksi.
                 Ayat (4)
                     Cukup jelas.

Pasal 14
                 Ayat (1)
Undang-undang ini hendak memberikan peluang yang sebesar-besarnya terhadap pemanfaatan teknologi informasi di kalangan pemerintah (e-government), baik di kalangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pemanfaatan teknologi informasi harus dilakukan secara bertanggung jawab dan bijaksana. Agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat maka pemanfaatan teknologi informasi harus memperhatikan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan efektif.
         Ayat (2)
                     Cukup jelas.

Pasal 15
         Ayat (1)
                     Cukup jelas.
         Ayat (2)
                     Cukup jelas.
         Ayat (3)
                     Cukup jelas.
         Ayat (4)
                     Cukup jelas.

Pasal 16
         Ayat (1)
                     Cukup jelas.
         Ayat (2)
                     Cukup jelas.
         Ayat (3)
                     Cukup jelas.
         Ayat (4)
                     Cukup jelas.
Pasal 17
Nama domain tidak sama dengan merek. Nama domain merupakan alamat atau jati diri seseorang, perkumpulan, organisasi, atau badan usaha, yang perolehanya didasarkan   kepada pendaftar pertama. Nama domain tidak boleh sama dengan merek terdaftar milik orang lain, indikasi geografis, atau indikasi asal, karena persamaan semacam ini  akan dianggap melanggar HKI.

Pasal 18
         Ayat (1)
                     Cukup jelas.
         Ayat (2)
                     Cukup jelas.
         Ayat (3)
Lembaga pengelola pendaftaran nama domain dapat berbentuk Yayasan, Koperasi, atau Perseroan Terbatas.
         Ayat (4)
                     Cukup jelas.

Pasal 19
Program komputer sebagai bagian penting dari sistem teknologi informasi mendapat pengaturan dalam undang-undang ini. Program komputer yang dilindungi tersebut tidak hanya mencakup program-program komputer yang telah dipublikasikan tetapi juga mencakup program-program yang masih berbentuk rumusan awal ataupun berupa kode-kode tertentu yang bersifat rahasia seperti halnya personal identification number (PIN). Undang-undang ini juga melindungi kompilasi data atau materi lain yang dapat dibaca yang karena seleksi dan penyusunan isinya merupakan karya intelektual.

Pasal 20
         Cukup jelas.

Pasal 21
         Ayat (1)
                     Cukup jelas.         
         Ayat (2)
Informasi rahasia atau rahasia dagang meliputi seluruh informasi yang dirahasiakan baik berupa data yang disimpan dalam komputer atau media elektronik lainnya ataupun yang tidak. Beberapa contoh dari rahasia dagang yang berkaitan dengan  kegiatan dan penggunaan teknologi informasi adalah ide-ide untuk program baru komputer atau media elektronik lainnya sebelum diberikan Hak Cipta, ide-ide baru untuk perangkat keras komputer atau media elektronik lainnya sebelum dipatenkan, daftar para pelanggan yang disimpan dalam disket dan media elektronik lainnya.

Pasal 22
         Ayat (1)
                     Cukup jelas.
        

Ayat (2)
Dalam pemanfaatan teknologi informasi, Hak Pribadi (privacy right) merupakan perlindungan terhadap data seseorang yang mengandung pengertian sebagai berikut :
a.         Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
b.         Hak Pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa ada tindakan memata-matai.
c.         Hak Pribadi merupakan Hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
         Ayat (3)
                     Cukup jelas.

Pasal 23
         Cukup jelas.

Pasal 24
Ketentuan ini tidak berlaku bagi penyedia jasa internet yang terlibat dalam penyediaan isi dari suatu layanan internet (penyedia jasa internet yang juga bertindak sebagai penerbit / publisher)

Pasal 25
         Cukup jelas.


Pasal 26
Ayat (1)       
Seseorang atau sekelompok orang dapat melakukan gugatan secara perwakilan atas nama masyarakat lainnya yang dirugikan tanpa harus terlebih dahulu memperoleh surat kuasa sebagaimana lazimnya kuasa hukum.
Gugatan secara perwakilan dimungkinkan apabila telah dipenuhinya hal-hal sebagai berikut :
1.      Masyarakat yang dirugikan sangat besar jumlahnya, sehingga apabila gugatan tersebut diajukan secara  perorangan  menjadi tidak efektif.
2.      Seseorang atau sekelompok masyarakat yang mewakili harus  mempunyai kepentingan yang sama dan  tuntutan yang sama dengan masyarakat yang diwakilinya, serta  sama-sama merupakan korban  atas suatu perbuatan dari orang atau lembaga  yang sama.
Ganti kerugian yang dimohonkan dalam gugatan perwakilan  dapat diajukan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah diderita,  biaya pemulihan atas ketertiban umum,  dan norma-norma kesusilaan yang telah terganggu, serta biaya perbaikan atas kerusakan-kerusakan yang diderita  sebagai akibat langsung dari perbuatan tergugat.
                 Ayat (2)
Cukup jelas
                 Ayat (3)
Gugtan yang diajukan bukan merupakan tuntutan membayar ganti rugi hanya sebatas :
a.         Permohonan kepada pengadilan untuk memerintahkan seseorang melakukan tindakan hokum tertentu berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi.
b.         Menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hokum akibat tindakannya yang merugikan masyarakat.
c.         Memerintahkan seseorang untuk memperbaiki hal-hal yang terkait dengan prikehidupan pokok masyarakat yang dilanggarnya.
Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran nyata adalah biaya yang benar-benar dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi yang bergerak di bidang pemanfaatan teknologi informasi.
                 Ayat (4)
     Cukup jelas

Pasal 27
Ayat (1)
Penggugat adalah pihak yang merasa haknya dilanggar, dapat berbentuk orang atau badan usaha dapat berbentuk badan hukum dan bukan badan hukum. Pihak lain dalam hal ini tergugat adalah pihak yang dianggap melanggar hak.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
Wilayah hukum Pengadilan Niaga berbeda dengan wilayah hukum Pengadilan Negeri. Wilayah hukum Pengadilan Niaga lebih luas dari Wilayah hukum Pengadilan Negeri karena wilayah hukum Pengadilan Niaga dapat meliputi beberapa wilayah hukum Pengadilan Negeri. Di Indonesia sampai saat ini ada 5 (lima) Pengadilan Niaga, yaitu Pengadilan Niaga Medan, Pengadilan Niaga Jakarta, Pengadilan Niaga Semarang, Pengadilan Niaga Surabaya dan Pengadilan Niaga  Makassar atau Pengadilan Niaga terdapat hanya di kota-kota yang memiliki Kantor Balai Harta Peninggalan (weeskamer).
Ayat (2)
Dalam hukum acara perdata berlaku pengecualian terhadap asas actor sequitur forum rei atau gugatan harus diajukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri dalam hal ini Pengadilan Niaga dengan pengecualian bila tempat tinggal tergugat tidak diketahui sebagaimana diatur dalam hukum acara perdata.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.

Pasal 309
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 31
Ayat (1)
Hukum acara perdata dalam hal ini sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku.

Ayat (2)
Upaya hukum terhadap putusan Pengadilan Niaga diajukan tanpa melalui upaya hukum kepada Pengadilan Tinggi.
Ayat (3)
Putusan berkekuatan hukum tetap (BHT) atau inkracht van gewijsde adalah putusan Pengadilan Niaga yang mana tenggang waktu untuk mengajukan upaya hukum kasasi telah terlampaui.
Ayat (4)
Putusan kasasi selalu inkracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap dan dapat diajukan peninjauan kembali hanya dengan dua alasan tersebut.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Arbitrase yang dimaksud adalah dapat berupa lembaga arbitrase atau arbitrse ad hoc. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat  sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
         Cukup jelas

Pasal 35
         Ayat (1)
Sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana yang berlaku   dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana di   bidang Teknologi Informasi diperlukan adanya penyidik yang mempunyai kemampuan di bidang Teknologi Informasi yang akan membantu pihak Kepolisian. Oleh karena itu perlu dibentuk penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang teknologi informasi.

         Ayat  (2)
Untuk penyidikan terhadap tindak pidana di bidang teknologi informasi penyidik PPNS yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang teknologi informasi mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam ketentuan ayat ini.
         Ayat  (3)
Pelaksanaan penyidikan dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang teknologi informasi tetap berada dalam koordinasi Kepolisian Republik Indonesia.
         Ayat  (4)
                     Cukup jelas.

Pasal 36
         Ayat (1)
Yang dimaksud dengan orang adalah orang perseorangan termasuk korporasi baik badan hukum maupun bukan badan  hukum.
Tindak pidana dalam ketentuan ini merupakan tindak pidana dalam penggunaan nama domain dengan menggunakan Hak Kekayaan Milik Orang lain dengan maksud untuk mendapat keuntungan ekonomis baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Misalnya perbuatan  cybersquatting.
         Ayat (2)
                 Cukup jelas.


Pasal 37
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksud untuk memberikan perlindungan terhadap pemilik dari perbuatan akses data secara melawan hukum atau tanpa hak baik dengan merusak atau tanpa merusak sistem pengaman yang digunakan untuk memproteksi data tersebut.
Tindak pidana tersebut dapat digunakan melalui komputer atau internet atau media elektronik lainnya.

Pasal 38
Ayat (1)
Tindak pidana dalam ayat ini merupakan tindak pidana terhadap pengiriman data dari dan ke dalam sistem komputer atau jaringan komputer. Tindak pidana ini dapat dilakukan dengan menggunakan komputer atau internet atau media elektronik lainnya dengan maksud untuk mendapat keuntungan ekonomis bagi diri sendiri atau orang lain.
         Ayat (2)
Tindak pidana dalam ayat ini merupakan tindak pidana terhadap pengiriman data yang mengakibatkan terhambatnya komunikasi dalam sistem komputer atau jaringan komputer atau sistem komunikasi lainnya. 

Pasal 39
         Ayat  (1)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksud untuk memberikan perlindungan terhadap data atau program komputer atau data elektronik lainnya dari perbuatan melawan hukum.
         Ayat  (2)
Tindak pidana dalam ketentuan ayat ini merupakan tindak pidana terhadap data elektronik baik berupa perbuatan menggunakan, mengubah, maupun menambah data elektronik yang mengakibatkan kerugian ekonomis bagi orang lain.
Ayat  (3)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap fungsi sistem suatu media elektronik seperti sistem komputer, sistem komunikasi atau sistem media elektronik lainnya.

Pasal 40
Ayat (1)
            Sanksi pidana dalam pasal ini dimaksudkan untuk mengatasi tindakan-tindakan berupa pengambilan, penyadapan dan penyimpanan data kartu kredit atau alat pembayaran elektronik lainnya yang sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai alat perbuatan melanggar hokum oleh orang yang tidak berwenang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksud untuk memberikan perlindungan kepada pemilik kartu kredit atau alat pembayaran elektronik dalam melakukan transaksi secara    elektronik.


Pasal 41
         Ayat (1)
Tindak pidana dalam ketentuan ayat ini merupakan tindak pidana kesusilaan dalam bentuk data elektronik, tulisan, gambar atau rekaman dengan menggunakan media elektronik.
         Ayat (2)
Tindak pidana dalam ketentuan ayat ini merupakan tindak pidana kesusilaan sebagaimana diatur dalam ayat (1) yang menggunakan anak-anak sebagai objeknya. Ketentuan  dalam ayat ini dimaksud untuk memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap anak sebagaimana berkembang dalam masyarakat internasional.
         Ayat (3)
Tindak pidana dalam ketentuan ayat ini merupakan tindak pidana yang menggunakan media elektronik untuk melakukan tindak pidana kesusilaan terhadap anak.
       
        Pasal 42
         Cukup jelas.

Pasal 43
         Cukup jelas.





TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR….……………………….